Sebuah Persembahan Karya Pena


Kamis, 20 November 2014

Happy Birthday Mom...

Hari ini hari ke dua puluh bulan November. Ya...hari ini tepat umurku genap 28 tahun. Dan hari ini pula usiaku berkurang satu hari di dunia. Sangat bersyukur masih di kelilingi orang-orang yang meyanyangi yang selalu ingat dengan hari ini. Alhamdulillah...terima kasih untuk anugrah ini ya Allah...terima kasih untuk cinta yang kau hadirkan walau sepuluh tahun terakhir aku menjalani kehidupan tanpa sentuhan seorang wanita yang hari ini juga merupakan hari penting baginya. Entah apa yang menjadi alasan beliau memilih tanggal dan bulan yang sama sebagai pengisi kekosongan identitas beliau di KTP. Yang aku tahu, beliau hanya mengatakan bahwa zaman dulu tidak ada akta kelahiran. Jadi, orang-orang zaman tidak tahu persis kapan, tanggal dan bulan berapa mereka dilahirkan. Paling hanya ingat tahunnya. Itupun kalau tidak salah menerka-nerka.
Dan, beliau memilih tanggal dan bulan kelahiranku sebagai hari lahirnya.
Selamat Ulang tahun Ibu...aku tahu, ada begitu banyak orang yang simpati padaku karena menjalani kehidupan tanpa dirimu. Tapi, aku yakin aku kuat dan akan baik-baik saja Ibu...karena ada Allah yang selalu menjagaku. Dan karena setiap cinta yang dulu kau tanamkan di kehidupanku membuat aku tumbuh lebih berarti sekarang.
Terima kasih untuk pengorbanmu selama ini Ibu...
Ibu...memang kadang aku sering merindukanmu. Aku iri melihat anak-anak gadis yang pergi berbelanja ke pasar dengan ibunya. Aku iri mendengar cerita teman yang katanya selalu curhat dengan ibunya tentang apapun. Aku iri melihat temanku yang sakit lalu ada ibunya yang menjaga, memeluk dan menggenggam tangan anaknya memberi kekuatan. Aku iri ketika melihat teman-teman yang lain saat wisuda di dampingi kedua orang tuanya. Aku iri melihat temanku ketika pergi dan pulang dari kuliah atau dari kantor ada yang memasakkan. Aku iri ketika ada temanku yang ingin pulang ke rumah cepat-cepat tujuannya adalah ingin bertemu ibunya. Aku iri melihat rumah orang lain ketika lebaran dipenuhi dengan makanan dan tamu-tamu. Aku iri ketika shalat berjama'ah di mesjid melihat temanku pergi bersama keluarga besarnya. Dan aku sangat iri ketika melihat temanku sengaja membelikan hadiah di hari ulang tahun ibunya...

Tapi Bu, sekarang kalau ingin belanja ke pasar aku sering ditemani sahabat-sahabatku. Kalau mau curhat pun ada Allah yang selalu mendengarkan. Kalau sakit, ada Pikar yang membantu membereskan pekerjaan rumah dan menyediakan makanan serta obat, ada Ozi yang menjaga dan mengurut kakiku yang pegal, juga ada Ayah yang membantu berbelanja dan memasak di dapur.
Saat wisuda, ada Ayah yang menemaniku. Meskipun kursi yang ada di sebelah Ayah kosong dan engkau tidak duduk di sampingnya, namun aku tahu engkau bangga dan bahagia karena telah berhasil mendidik dan membinaku dengan baik.
Sekarang pun aku sudah bisa memasak, ya...meski rasanya tidak seenak masakan engkau. Tapi, alhamdulillah aku bisa memastikan Ayah, abang dan adik-adikku tidak kelaparan. Padahal, dulu aku sama sekali tidak tahu apa-apa soal dapur.  Aku jarang sekali membantumu masak. Justru Abanglah yang sering membantu. Kalau sudah lelah dengan pekerjaan kantorku, biasanya kami sering membelinya di warung. Ya, kuakui memang lebih sering membeli di warung sih. Hehehe...karena aku tidak boleh terlalu lelah Ibu. Penyakit asmaku sering kumat kalau kelelahan.
Setiap pulang ke rumah, aku memang tidak punya tujuan seperti teman-temanku. Karena di rumah sering tak ada orang. Makanya aku sering memanfaat waktu itu untuk istirahat, menulis apa saja, kadang mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk belajar banyak hal. Mencari inspirasi untuk tulisanku.
Saat lebaran, rumah kita memang sudah jarang dikunjungi tamu. Tapi, inilah kesempatan bagi kami untuk menjalin silaturrahim dengan sanak saudara dan kerabat. Kami lebih punya banyak waktu untuk mengunjungi mereka.
Ketika shalat berjama'ah di mesjid, aku memang sendirian dari rumah. Tapi sampai di sana, mereka yang berjama'ah denganku sudah menjadi keluargaku.
Dan hari ini, saat hari ulang tahunmu bertepatan dengan hari ulang tahunku, aku memang tidak bisa memberikan apa-apa untukmu Ibu...hanya untaian doa yang bisa aku panjatkan. Untuk setiap kasih sayangmu dan setiap pelajaran berharga yang kami dapatkan setelah menjalani kehidupan tanpa dirimu.
Terima kasih Ibu...ragamu memang tidak hidup bersama kami, tapi hatimu selalu hidup bersama hati kami.
I MISS U :'(

Senin, 30 Juni 2014

 Resensi Buku Kuda Besi



Judul Buku     : KUDA BESI (Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak Bersama Birokreasi)
Pengarang     : Wahyu Widyaningrum, dkk.
Penerbit         : www.birokreasi.com
Tahun Terbit   : 2014
Tebal              : 178 halaman

Buku Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak ini merupakan proyek penggalangan dana yang dibuat oleh tim Birokreasi untuk sebuah panti asuhan 'Yayasan Sayap Ibu" di Yogyakarta. Ide pembuatan buku ini sendiri muncul dari interaksi tim penerbit bersama seorang aktivis yang kerap membantu-bantu di panti asuhan tersebut. Menurutnya, apa yang didapatkan oleh anak-anak yatim piatu di panti asuhan tersebut masih jauh dari kata layak. Kurangnya susu, makanan dan tenaga pengasuh menjadi masalah keseharian yang mereka hadapi. Oleh karenanya, melalui proyek sayembara menulis ini tim birokreaksi berhasil mengumpulkan 12 cerpen dari hasil karya pemenang. Masing-masing cerpen mempunyai cerita menarik tersendiri. Di awal, kita akan disuguhkan  dengan cerita yang mengangkat tema fantasi fabel seperti Maestro Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput. Kisah ini menceritakan tentang seorang Maestro kodok dan seorang kelinci yang mencari butiran embun untuk diberikan kepada para kodok yang menjadi anggota orkestra musim hujan.Tanpa butiran embun, para kodok tidak bisa bernyanyi di musim hujan. Dengan penuh perjuangan sang maestro dan kelinci mencari butiran embun tersebut hingga ke seberang pulau. Mereka harus membawa pulang kotak butiran embun sebelum musim penghujang tiba.
Pada cerita kedua, kita akan bertemu dengan Murkit si peri kecil yang masih bingung menemukan cita-citanya. lewat cerita Cita-Cita Si Peri Kecil ini, penulis menggambarkan bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing. "Nak, seiring waktu berjalan, kamu akan menemukan apa yang kamu suka. kalau kamu sudah menyukai sesuatu, kamu bisa terus mempelajarinya dan menjadi semakin pintar,"
Cerita Ketiga, ada Kisah Sepotong Roti yang ingin merasakan dunia bebas. Sepotong roti tersebut sudah bosan setiap hari harus ke rumah Nenek. Suatu hari sepotong roti tersebut kabur dari sebuah keranjang roti yang biasa dibawa oleh seorang gadis ke rumah Nenek. Ia merasa senang dan bebas. Namun, kebebasan yang ia lihat di luar sana ternyata sangat jauh berbeda dari yang dibayangkan.Ia bertemu banyak hal. Mulai dari bunga-bunga, burung pipit, toko kue, kue ulang tahun, cupcake, kucing liar, kue pukis, dan seorang pemulung. Karena petualang itulah akhirnya sepotong roti tersebut menyadari bahwa segala sesuatu yang diciptakan tentu berguna dan membawa kebahagiaan untuk orang lain.
Kemudian ada Dongeng Empat Saudara yang menggembara ke seluruh negeri. Sampai akhirnya mereka menemukan sebuah pohon harapan di lembah yang sangat gelap dan dingin. Pohon harapan dapat mengabulkan segala permintaan keempat saudara tersebut.
Selanjutnya, kita akan bertemu dengan seorang putri yang yang sangat dimanja sejak kecil. Sayangnya, karena kebiasaan itu menjadikan putri tersebut sombong dan pemarah. Bertemu dengan seorang Nenek bermata biru di sebuah hutan saat tersesat membuat Kimuzu yang Pemarah menyadari kesalahannya.
Pada cerita keenam kita akan dibawa berimajinasi kisah seorang peri kecil Bogozi, yang sangat ingin memiliki Ranting Penyihir, sebutan anak-anak di Kota Peri untuk ranting ajaib yang dapat digunakan untuk bermain macam-macam permainan. Namun, penghasilan kedua orangnya tidak mampu membeli sebuah ranting penyihir seharga tujuh uang penyihir atau setara dengan tiga puluh lima uang peri. Tanpa ranting penyihir pun, Bogozi masih bisa bermain dengan teman-temannya. Karena ranting penyihir yang harganya mahal itu, ada batas kekuatannya. 
Pada cerita ketujuh, kita akan bertemu dengan seekor semut hitam yang besar dan kuat. Dalam cerita ini, penulis mengangkat tema yang melatarbelakangi kehidupan semut. Bagaimana semut bekerja sama dalam mencari sumber makanan. Ilmu pengetahuan serta pesan moral dikemas dengan baik dalam cerita Fahrel Si Semut Congkak ini.
Di cerita yang kedelapan ada Nula dan Peri Kue. Nula adalah seorang gadis miskin. Tidak punya tempat tinggal. Hidupnya hanya mengikuti kemana arah kakinya berjalan. Namun, hal ini tidak mengurungkan semangatnya untuk berbagi kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Kerana kebaikan hatinya, Nula mempunyai kesempatan bertemu dengan peri kue dan tinggal di negeri kue.
Berikutnya ada kisah seekor kelinci Si Putih dan Wortel Impian. Pada kisah si Putih ini, penulis memberikan gambaran tentang menjaga kepercayaan. Si Putih diberikan amanah oleh seorang nenek kelinci untuk mengantarkan satu karung wortel kepada cucunya di pulau seberang.
Kemudian kita kembali dibawa bernostalgia pada kisah cinta seorang putri dan pangeran lewat cerita Puteri Angsa Putih. Lan adalah seorang puteri bungsu dari keenam puteri Bundadari. Tugasnya hanyalah bersih-bersih rumah. Lan berbeda dengan kelima saudaranya. Ia tidak pernah diizinkan untuk keluar dari istana. Lan sering menghabiskan waktunya bersama sebatang pohon Shidare sambil membuat origami angsa dari daun-daun shidare yang jatuh. Origami angsa itulah yang akhirnya membuat pangeran dari Edohigan jatuh cinta pada Lan.
Cerita yang kesebelas ada kisah Desas Desus Si Buaya. Pada cerita ini, penulis menyampaikan sebuah pesan moral agar kita tidak mudah berburuk sangka kepada orang lain. Buli Buaya yang dikenal sebagai hewan buas, menjadi bahan perbincangan hewan-hewan di seluruh penjuru hutan karena dianggap hendak memakan Beku Burung. Padahal, Buli Buaya hanya bermaksud menolong.
Sampai pada cerita terakhir. Ada Otak cemerlang Piliang. Piliang adalah anak yang cerdas. Namun, ia berasal dari keluarga miskin. Sehingga ia tidak bisa bersekolah seperti teman-teman sebayanya. Tersebarnya berita tentang hilangnya harta istana membuat Piliang kecil memberanikan diri menuju istana untuk membantu Raja Ampera menemukan harta tersebut. Dan memang benar, otak cemerlang Pilianglah yang berhasil memecahkan teka teki hilangnya harta istana tersebut.

Kelebihan Buku:
Buku ini menyampaikan banyak sekali pesan moral. Sangat bagus dibaca terutama bagi anak-anak.

Kekurangan Buku:
Buku ini berbentuk kumpulan cerpen, bukan fabel. Sehingga hanya bisa dibaca oleh anak berumur di atas lima tahun. Untuk pembaca di bawah lima tahun bisa dibantu didongengkan oleh orang tua atau orang yang lebih dewasa. Karena bukan berbentuk cerita bergambar seperti komik, sehingga kurang menarik perhatian anak-anak untuk membacanya.


http://www.birokreasi.com/shop/



Minggu, 22 Juni 2014

Love is never die

Cinta akan selalu membuatmu bertahan.
Akan membuatmu mengerti.
Bahwa kehidupan tak akan pernah berlangsung tanpanya.

Tak ada bunga tulip tanpa musim semi,
Tak berarti hujan tanpa pelangi,
Dan pagi, takkan sesejuk sentuhan embun yang selalu memegang kukuh prinsip memberi.

ADM.

Minggu, 01 Juni 2014

About Something

Puncak gunung mahameru aku tak pernah tau,
Apalagi melihat keindahan sunrise di puncak gunung rinjani
Bunga edelweis mungkin tak seindah kelihatan bentuknya,
Tak sempurna seperti tulip yang tumbuh subur di tanah barat musim semi.
Tapi ia cukup bernilai karena tak mudah mencapainya di pinggir jurang terjal.
Hujan bulan juni mungkin milik Sapardi Djoko Damono,
Tapi November rain hanya milik aku dan kamu.
Tak sempurna hujan tanpa pelangi
Begitupun senja tanpa siluet cahaya di cakrawala.
Adam dan hawa mengerti bahwa mereka memang ditakdirkan berdua,
Tapi Romeo tak mengerti bahwa mati bukan jalan mendapatkan juliet sebagai cinta sejati.

Minggu, 20 April 2014

Ibu

https://www.youtube.com/watch?v=ssUoTDa8JsA&feature=youtube_gdata_player

Lembut kukenang, kasihmu ibu
Di dalam hati kukini menanggung rindu
Engkau tabur kasih, seumur masa
Bergetar syahdu oh di dalam nadiku

Sembilan bulan ku dalam rahimmu
Bersusah payah oh ibu jaga diriku
Sakit dan lemah tak kau hiraukan
Demi diriku oh ibu buah hatimu

Tiada kumampu membalas jasamu
Hanyalah doa oh disetiap waktu
Oh ibu tak henti kuharapkan doamu 2x
Mengalir di setiap nafasku 2x
Oh ibu, ibu, ibu

Indah bercanda denganmu ibu
Di dalam hati kukini slalu merindu
Sakit dan lelah tak kau hiraukan
Demi diriku oh ibu buah hatimu

Allahummafirlii waliwaa lidayya
Warhamhumma kamaa rabbayaani shaghriraa...

Lirik lagu di atas adalah soundtrack film hafalan shalat delisa. Ceritanya diangkat berdasarkan kisah nyata dari novel karya penulis ternama "darwis tereliye".
Hmm, setiap kali menonton film ini, jujur, aku selalu menitikan air mata. Begitu banyak pesan moral yang disampaikan. Mengingatkan kita bagaimana caranya bersyukur meski hidup begitu sulit.
Selain itu, peristiwa tsunami yang menjadi latar cerita, seolah membawaku kembali pada keadaan dimana aku pernah mengalami peristiwa yang dialami si tokoh utama delisa. Sungguh, aku tidak bohong...air tsunami itu sangat mengerikan. Meninggalkan trauma yang berkepanjangan bagi orang-orang yang merasakan secara langsung. Di dalamnya sangat gelap, penuh dengan lumpur, rasanya membuat mual, tidak seenak air kopi atau milkshake coklat. Belum lagi bila kau tahu apa saja yang ada di dalamnya. Ada mobil, alat-alat rumah tangga, properti, pohon, kawat, genteng,  besi, motor, hewan-hewan liar seperti ular, buaya, binatang-binatang kecil berbahaya, dan tembok-tembok rumah. Mengerikan bukan? Belum lagi ketika air bah itu berputar-putar membawamu kesana kemari seperti ranting pohon yang tak berdaya. Bila tak kena apapun maka dia selamat, tapi bila salah satu benda itu mengenainya, maka ranting itu akan patah. Tiada guna engkau bisa berenang, meski seorang atlit renang sekalipun. Karna kau adalah manusia. Kita adalah manusia lemah tak berdaya. Yang tak memiliki kekuatan dan daya upaya tanpa pertolongan dari-Nya.
Maka cerita ini, ingin sekali kubagi. Ke dalam sebuah buku yang nantinya akan bercerita tentang sebuah peristiwa yang amat dahsyat pernah menjadi sejarah kehidupan anak manusia. Semoga aku bisa merampungkannya.
Tulisan itu akan aku persembahkan untuk ibuku, "Ira" adik perempuanku, fera, lia, dan kak nova.
Mereka adalah orang-orang penting yang pernah mewarnai hidupku. Mereka hilang karena peristiwa tsunami di minggu pagi 26 Desember 2004.
I love them :)

Senin, 27 Januari 2014

It's about "Tsunami"

Ada seorang teman bertanya padaku "mengapa kau suka sekali menulis tentang tsunami?"
Hmm, aku hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaan itu.
Sebenarnya bukan aku tak ingin menjelaskannya. Tapi, rasa itu begitu sulit aku ungkapkan lewat kata-kata.

Tahukah kau kawan?
Bila disuruh untuk mengulang setiap tulisan tentang tsunami maka aku sanggup melakukannya berulang-ulang. Berapa kali pun kau suruh mengulangnya.
Mungkin terdengar menjenuhkan. Tapi, andai saja kau lihat dengan mata kepalamu bagaimana air bah itu datang melahap bak monster tazmanian...mungkin pertanyaan itu takkan pernah kau ulang-ulang.

Dan tahukah kau kawan?
Mengapa ada banyak orang semakin gila pasca bencana itu?
Karena logika mereka tak sanggup menilai dengan logika.
Bahkan aku pun hampir gila.
Mungkin kedengarannya membingungkan. Namun, cerita itu takkan pernah kutuliskan berulang-ulang bila aku tak pernah berpikir bahwa saat itu kiamat kan datang.
Juga meninggalkan trauma yang mendalam.

Baiklah kawan...
Maafkan bila aku terus mengenang.
Bukan maksud hati untuk larut agar jiwa tak tenang.
Melainkan sekedar mengingatkan...
Bahwa selamat dari bencana itu adalah kesempatan.

Selasa, 14 Januari 2014

Sebuah Kisah Klasik

Fera. Begitulah orang-orang memanggilnya. Dia sahabatku saat di bangku SMP di salah satu sekolah negeri di Banda Aceh. Sejak kelas 1 SMP kami sudah sekelas tapi tak pernah duduk sebangku. Dia ahlinya dalam bidang bahasa Inggris. Setiap mata pelajaran bahasa Inggris, dia begitu antusias mengikuti jam pelajaran. Sementara aku mlongo ngeliatin orang-orang pada ngomong Inggris, encer kayak air, sebab aku nggak ngerti apa yang mereka bicarakan. Soalnya aku anti sih sama pelajaran itu. Mata pelajaran yang paling aku benci itu bahasa Inggris. Nggak tau deh penyebabnya apa? Ribet mungkin, atau dulu guru-guru mata pelajaran itu emang rada-rada kiler sih. Tau deh. Yang jelas waktu itu sekali nggak suka ya nggak suka. Titik nggak pake koma. Tapi terlepas dari itu, akulah juaranya di bidang mata pelajaran yang lain. Sehingga aku dan Fera saling melengkapi satu sama lain.
Aku nggak ingat kapan persisnya kami mulai akrab. Semuanya mengalir begitu saja. Dari sama-sama ikut ekstra kurikuler Palang Merah Remaja, buat PR bareng, nginap bareng, setiap naik kelas selalu ditempatkan di kelas yang sama, sampai akhirnya mau buat band bersama untuk acara perpisahan sekolah. Tapi sayangnya band itu nggak pernah terbentuk dikarenakan nggak ada satu pun dari personilnya yang bisa mainin alat musik. Hihihi....memalukan. :D
Aku sangat sayang padanya. Aku suka memberikan kejutan-kejutan kecil agar bisa melihat dia tersenyum. Kami sering bercerita tentang cowok-cowok yang kami taksir. Mulai dari si A penyiar radio kesukaannya, sampai si B cowok idola sekolah yang menjadi incaran para cewek-cewek ababil yang digosipin jadi pacar aku. Sumpah demi apa? gara-gara tu cowok aku sampai dimusuhin sama cewek-cewek metal di sekolah. Aku pernah dilempari batu kerikil. Karena malas mencari perkara aku abaikan niat busuk mereka walau sebenarnya sakit sih dihujani kerikil yang lumayan besar itu. Semakin aku abaikan semakin semangat pula mereka melempariku dengan batu. hadehh! benar-benar cari perkara cewek-cewek nyebelin itu. tidak hanya itu, mereka juga mencari-cari tau mengenai hubungan aku sama tu cowok dari teman sebangkuku. Lucunya teman sebangkuku ini orangnya usil dan gokil abis. Dia sengaja mengarang-ngarang cerita yang membuat darah cewek-cewek rusuh itu makin mendidih. Hahahaha...betul-betul kelakuan anak-anak remaja kayak di senetron.
Kami memang selalu berbagi untuk hal apapun. Tapi, ada satu hal yang dirahasiakan Fera dariku. Demi menjaga rahasia besar itu dia tidak pernah mengijinkan aku untuk berkunjung ke rumahnya. Ia bilang suatu saat dia pasti akan mengajakku ke rumahnya, tapi tidak untuk saat ini. Aku tidak tau alasan apa yang membuat dia begitu kukuh. Tapi, aku menghormati keputusannya. Yang tampak adalah aku sering menemukan dia menangis tanpa sebab yang jelas. Dan aku yakin air matanya itu jatuh dikarenakan rahasia besarnya itu.
Tiga tahun bersama di bangku SMP. Tiba masa perpisahan kelas yang diadakan di pantai lampuuk. Aku memberikan sebuah kado istimewa untuknya. Satu pack kertas surat yang di dalamnya juga terdapat selembar kertas dengan tulisan berupa kata-kata perpisahan yang aku rangkai untuknya. Hmm, aku memang si tipe galau yang suka mendramatisir keadaan. Mungkin bagi sebagian orang kejadian itu adalah hal yang lumrah. Toh, ditahun ketiga SMA atau saat selesai kuliah nanti kita juga akan mengalami hal serupa. Tapi, bagiku perpisahan itu adalah hal yang paling menyedihkan. Karna kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang kita sayangi tak selalu ada. Jadilah aku menulis sepatah dua patah kata dengan bahasa sastraku untuknya. Aku tidak begitu ingat isinya. Karna kejadian itu sudah lama sekali. Yang jelas intinya adalah berupa ungkapan hatiku bahwa aku menganggapnya sahabat terbaikku. Dan aku menyelipkan sebuah lirik lagu milik Sheila on 7 disana "Sebuah Kisah Klasik".
Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori di masa itu.
Peluk tubuhku, usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tiada bertemu lagi.
Bersenang-senanglah karna hari ini yang kan kita rindukan
Dihari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah karna waktu ini yang kan kita banggakan di hari tua
Sampai jumpa kawanku smoga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.
Sejak hari itu kami memang terpisah oleh jarak. Aku masuk di SMU 7 dan Fera di SMU 1. Namun, kami masih sering berkomunikasi lewat telepon rumah atau wartel. Maklum saja di zamanku dulu hp itu tergolong barang mewah. Jadi hanya orang-orang tertentulah yang memakainya. Tentu saja juga barang langka yang tak seperti membeli pisang goreng di zaman kini. Tapi, karna rekening telepon terus membengkak dan setiap hari kena omelan Mamak. Terpaksa aku dan Fera surat-suratan. Tetap ditulis di atas kertas, memakai amplop, tidak pakai prangko karna perantaranya bukan pak pos melainkan tetangga sahabatku yang juga teman organisasiku di Paskibraka di sekolah yang berbaik hati mempererat jalinan silaturrahim kami.
Isi surat itu membuat aku sedih karena ternyata ia menceritakan banyak hal termasuk rahasia besarnya yang selama ini ia tutupi dariku. Ia bilang ia malu jika harus menceritakan hal itu padaku. Aku sesak membaca suratnya, sesekali aku berhenti membaca untuk menyeka air mata yang bandel tak mau tertahan di pelupuk mata.
Tanpa pikir panjang, siang itu sepulang dari sekolah aku meminta teman paskibku itu untuk mengantarkan aku ke rumah Fera. Fera shock melihat kedatanganku. Ia salah tingkah dan tak tau harus bilang apa. Ia malu padaku. Kukatakan bahwa aku sahabatnya. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi karna apa yang dialaminya itu adalah diluar kuasanya. Aku sangat mengerti mengapa ia malu dan wajar bila ia menyimpan rahasia itu dariku.
Sejak saat itu sudah tidak ada lagi yang ia tutup-tutupi dariku. Dan sejak itu pula aku melihat dia lebih sering tersenyum.
Sejak duduk di bangku SMU kami memang jarang bertemu. Hanya sesekali bila kami ada kesempatan dan bila dia punya masalah lalu datang menginap di rumah. Fera pernah mengajakku ke rumah kakaknya di kawasan Lhoknga, Aceh Besar. Suami dari kakaknya Fera itu adalah seorang Tentara. Jadi, mereka tinggal di asrama Tentara. Aku menikmati sekali masa-masa di daerah itu. Karena letaknya yang dekat dengan laut. Sehingga suara gemuruh ombak dan riuh pohon cemara terdengar jelas dari teras depan. Indah sekali...

Tiga tahun di SMU pun berlalu. Dan kami lanjut ke perguruan tinggi. Aku kuliah di pertanian dan sahabatku itu di hukum. Meski aku sudah menemukan sahabat-sahabat baru baik di SMU maupun di bangku kuliah, tapi nama fera tak pernah tercoret dari daftar sahabatku.

Hingga tiba di hari itu. Tanggal 26 Desember 2004. saat bencana itu hampir merengut nyawaku. Sebulan pasca penyembuhanku dari kota Medan setelah peristiwa itu. Aku datang berkunjung ke rumah Fera. Itu pun kulakukan karena firasatku tak enak. Sejak masa penyembuhan sampai akhirnya aku kembali ke tanah kelahirannku, aku terus terbayang-bayang sosok sahabatku itu. Dan ternyata firasatku terjawab saat aku berkunjung ke rumahnya. Benar! Ia juga menjadi salah satu korban peristiwa maha dahsyat itu. Pada saat kejadian ia menginap di rumah kakaknya. Begitu ayahnya memberi keterangan. Aku tak tau harus mengatakan apa. Perasaanku sudah bercampur aduk tak karuan. Karena begitu banyak orang-orang yang aku sayang menjadi korban. Hiks,,,menyedihkan sekali bila ingat peristiwa itu.
Hari-hari pun berlalu begitu cepat. Semua yang pernah aku alami bersama orang-orang yang aku sayangi bagai angin yang datang silih berganti. Tak kusangka kalimat perpisahan yang pernah aku ucap di hari terakhir SMP itu benar-benar terjadi. Seharusnya aku memang tak perlu terkejut. Toh, cepat atau lambat perpisahan itu pasti terjadi. Hanya tinggal menghitung waktu saja. Karena semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan. Semua akan kembali padanya tak terkecuali aku.
Biarlah kebersamaan kita selama ini akan menjadi sebuah kisak klasik yang akan terus terukir di dalam hati kita masing-masing.
I Love them ♥